Search

Negeri Soya Dan Adat Cuci Negeri sebuah mozaik budaya Maluku (Bag. IV)

(Sumber : Pemerintah Negeri Soya; Kota Ambon, Maluku)

2.    Pembersihan Negeri

Pada hari Rabu minggu kedua bulan Desember semua rakyat diwajibkan keluar untuk membersihkan negeri secara gotong royong. Pembersihan tersebut dimulai dari depan Gereja sampai ke Batu Besar, pekuburan, dan Baileo. Dalam kerja ini, Seorang wanita yang baru saja kawin dengan seorang pemuda Negeri Soya diterima sebagai “Mata Ina Baru” yang wajib mengambil bagian dalam upacara ini untuk menunjukkan ketaatannya kepada adat Negeri Soya.

Berkenaan dengan pembersihan Baileo, proses ini diawali oleh Kepala Soa Adat yang biasanya disebut “pica baileo”. Proses ini kemudian dilanjutkan oleh setiap anak negeri Soya yang hadir pada saat itu. Yang menonjol dari suasana pembersihan negeri ini adalah suasana gotong royong, kekeluargaan, dan persatuan.

3.    Naik Ke Gunung Sirimau

Pada hari Kamis malam  minggu kedua, sekumpulan orang laki-laki yang berasal dari Rumah Tau tertentu (Soa Pera) berkumpul di Teong Tunisou untuk selanjutnya naik ke Puncak Gunung Sirimau. Dengan iringan pukulan tifa, gong, dan tiupan “Kuli Bia” (kulit siput). Disana, mereka membersihkan Puncak Gunung Sirimau sambil menahan haus dan lapar.

4.    Turun dari Gunung Sirimau dan Penyambutan di Rulimena

Keesokan harinya, Jumat sore, orang-orang laki-laki yang sejak malam berada di puncak Gunung Sirimau turun dari Gunung Sirimau. Mereka  kemudian disambut untuk pertama kalinya di Soa Erang (Teung Rulimena). Di sana mereka  dijamu dengan sirih pinang, serta sopi.. Setelah itu rombongan menuju baileu. Di   Baileo mereka disambut oleh Mata Ina dengan gembiranya.

5.    Upacara “Naik Baileo” (Samasuru)

Mempersiapkan upacara Naik Baileo, rombongan “mata Ina” (ibu-ibu) dengan iringan tifa gong,  pergi menjemput Upulatu (Raja) serta membawanya ke Baileo,  semen-tara seluruh rakyat telah ber-kumpul di Baileo menantikan Raja dan rombongan. Di pintu Baileo,  Upulatu disambut oleh seorang Mata Ina dengan ucapan selamat datang serta kata-kata penghormatan sebagai berikut : “Tabea Upulatu Jisayehu,  Nyora Latu Jisayehu, Guru Latu Jisayehu. Upu Wisawosi, Selamat datang  -  Silahkan Masuk ” -  Raja kemudian memasuki Baileu dan saat itu upacara segera dimulai. 

Dengan iringan tifa dan gong yang bersemangat, para “Mata Ina” secara simbolik membersihkan baileu dengan sapu lidi dan gadihu, suatu tanda berakhirnya pembersihan negeri secara keseluruhan. 


Setelah  itu, Upulatu melanjutkan acara dengan menyampaikan titahnya kepada rakyat. Titah itu mempunyai arti yang besar bagi rakyat, yang oleh rakyat dipan-dang sebagai suatu pidato tahun-an yang disampaikan oleh Raja. Tita Upulatu kemudian dilanjut-kan oleh Pendeta (Guru Latu)  yang selanjutnya dikuti dengan penjelasan tentang arti Kain Gan-dong oleh salah seorang Kepala Soa yang tertua. Selanjutnya Kepala Soa Adat melaksanakan tugasnya dengan “Pasawari Adat” atau “Kapata”,  suatu ucapan dalam bahasa tanah yang dimaksudkan untuk memintakan dari Allah perlindungan bagi negeri, jauhkan penyakit-penyakit, memberikan panen yang cukup, serta pertambahan jiwa untuk negeri. 


Bunyi Kapata tersebut adalah sebagai berikut :
“Kapua Upu Ilah Kahuressy Lebehanua, Kedua Yang Maha Besar Tuhan Kami, Isa Almasih, Ketiga Rohul Kudus. Upulatu Jisayehu, Upu Ama, Upu Wisawosi, Lopa Amang-Pamang Kupahareuw Pamesang-pamesang, Mahina-mahina, Malona-Malona Hai Amang Hona-Hona Pau Amang Penyakit-Penyakit tinggalkan negeri ini. Kahu Erimaang Saka Upu amang Upu Wisa Wosi Wei, Amang. Kalau-kalau sasoi Pasala Pamanisa o Sasou Maniska Ampun Ilah-Ilah. Ene Anak Maingheru yang sekarang ada berdiri di dalam Teung Lapiang Makakuang Haumalamang, kalau Sosoupasala Pamanisa Ou Sasou Manisa ampun Ilah-Ilah, karena itu bukan barang areka urung sakakenu menyembah berhala-berhala, bukan sekali-kali, hanya sebab Hauw Enamaang Eumena Enaam Guru Haji. Upu Ilah Kahuressy Lebehanua Komsidana UpuLatu Salemau Ka Hulubalang Dewana Deperneahau Amang Latu Jisayehu Sohiu (Sohia). Anak Maingheruw sekarang ada minta kalau boleh tolong-menolong lopang masim-masim kepada negeri ini supaya jangan negeri ini bersungut-sungut. Mahurung-mahurung Ambole Tatika karna saka karena Upu Ilah Kahuressy beserta Upu Latu Selemau Agam Raden Mas Sultan Labu Inang Modjopahit, kalau boleh tolong-menolong, parihu-parihu, Mahina-mahina, Malona-malona o Hija Ja Mesang Henu-Henu Humuhandeuw Minulai Halemuli Haumeat . Penu-Penu Hawa Teung Tuniwou Wala Werhalouw Rulimena Sasamasa Enamai. Ka segala selamat.          
Ilah yang di atas semua Ilah Yang Maha Besar Tuhan Yesus Ketiga Rohul Kudus. Raja Latu Jisayehu, beserta Orang-orang tua bahkan seluruh rakyat mintakan agar menghindarkan segala bahaya kesulitan serta penyakit-penyakit dari wanita-wanita, laki-laki dan semua kekeluargaan. Kalau ada kesalahan kami mohon ampun dari Ilah dan sebagainya. 


Sesudah itu segera tifa dibunyikan dan “suhat” (Nyanyian Adat) mulai dinyanyikan. Pada garis besarnya nyanyian tersebut mengisahkan peringatan kepada Latu Selemau serta datuk-datuk yang telah membentuk negeri ini, penghormatan kepada tugu-tugu peringatan dari kedatangan Rumah-Tau (Teung serta penghargaan kepada air yang memberi hidup) (Wai Werhalouw dan Unuwei).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketik komentar di bawah ini ya

Pengunjung

Free counters!